Original Source : Kumpulan Widger Blogger INDONESIA http://hujangede.blogspot.com/2011/05/kumpulan-widget-blogger-indonesia.html#ixzz249KbhN5k

Pengetahuan

Rabu, 14 Maret 2012

Resume Dari Gerakan Ke Negara





DARI GERAKAN KE NEGARA

                                                                                                     Oleh. H.M. Anis Matta

Sebuah Rekonstruksi Negara Madinah yang Dibangun dari Bahan Dasar Sebuah Gerakan
Dari Gerakan Kenegara
Hijrah  dalam sejarah dakwah Rasulullah SAW adalah  sebuah metamorfosis dari “gerakan” menjadi Negara. Tiga belas tahun sebelumnya, Rasulullah SAW melakukan penetrasi social yang snagat sistematis, dimana Islam menjadi jalanhidup individu; dimana Islam “memanusiakan” dan kemudian “memasyarakat”. Sekarang melalui hijrah, masyarakat itu bergerak linear menuju Negara. Melalui hijrah gerakan itu “menegara” dan Madinah adalah wilayahnya.
Kalau individu membutuhkan akidah maka Negara membutuhkan perangkat sistem. Setelah komunitas Muslim menegara dan mereka memilih Madinah sebagai wilayahnya. Allah SWT menurunkan perangkat sistem yang mereka butuhkan. Turunlah ayat-ayat hokum dan berbagai kode etik social,ekonomi,politik,keamanan dan lain-lain. Lengkaplah sudah susunan kandungan sebuah Negara : manusia,tanah dan system
Jadi yang dilakukan oleh Rasulullah SAW pada tahapan ini adalah menegakkan  negara. Sebagai sebuah bangunan, negara membutuhkan dua bahan dasar yaitu manusia dan system. Manusialah yang akan mengisi suprastruktur sedangkan system adalah perangkat lunak sesuatu dengan apa Negara bekerja.
Selain kedua bahan dasar negara itu,juga perlu ada bahan dasar pendukung lainnya. Pertama, tanah. Tidak ada negara tanpa tanah, Tapi dalam Islam hal tersebut merupakan infrastruktur pendukung yang bersifat sekunder sebab tanah merupakan benda netral yang akan mempunyai makna ketika benda tersebut dihuni oleh manusia dengan cara hidup tertentu. Kedua,jaringan sosial. Manusia sebagai individu hanya mempunyai efektivitas ketika ia terhubung dengan individu lainnya secara fungsional dalam suatu arah yang sama.

Begitulah transformasi itu terjadi. Ketika gerakan dakwah menemui kematangannya, ia menjelma jadi Negara; ketika semua persyaratan dari sebuah negara kuat telah terpenuhi, Negara itu tegak di atas bumi tidak peduli  di belahan bumi mana ia tegak.
Perubahan Sosial
Tujuan dakwah adalah mengejawantahkan kehendak-kehendak Allah SWT yang kemudian kita sebut agama atau syari’ah dalam kehidupan manusia. Begitulah Rasulullah SAW memulai pekerjaannya. Beliau memulai penetrasi ke dalam masyarakat Quraisy dan merekrut orang-orang terbaik diantara mereka. Menjelang hijrah ke Madinah beliau juga merekrut orang-orang terbaik dari penduduk Yastrib. Maka terbentuklah sebuah komunitas baru di mana Islam menjadi basis identitas mereka, akidah menjadi dasar ikatan kebersamaan mereka, ukhuwah menjadi sistem jaringan mereka dan keadilan menjadi prinsip sistem distribusi social-ekonomi-politik mereka. Tapi perubahan itu bermula dari sana: dari dalam diri individu, dari dalam pikiran,jiwa dan raganya. 



Manusia Untuk Sebuah Cita-Cita
Allah SWT menjalankan rencanaNya dengan cara yang amat halus. Setelah menapaki tangga kehidupan yang penuh liku-liku. Allah SWT menanamkan di dalam jiwanya sebuah perasaan baru, sebuah hasrat baru, sebuah kecenderungan baru, sebuah kegemaran baru; Allah SWT membuatnya mencintai khalwat, kegemaran menyendiri dan menikmatinya dalam meditasi-meditasi yang tekun dalam renungan-renungan  panjang yang serius, dalam pemikiran-pemikiran mendalam yang mencerahkan. Hidup telah menempa laki-laki itu begitu rupa. Ia ditakdirkan lahir sebagai yatim dan mengisi masa balitanya sebagai piatu. Sebuah pelajaran dini tentang makna kesendiraian, makna kesunyian, makna kebergatungan kepada Allah SWT…Bersama kakeknya Abdul Muthalib, pada usia enam hingga delapan tahun, ia belajar mengenai dunia politik dan kepemimpinan masyarakat Quraisy. Ketika sang kakek meninggal dunia,ia hidup bersama pamannya Abu Thalib yang miskin dan papa, awal dimana ia mengenal dunia yang keras. Pada usia itu, ia sudah menggembala kambing,ikut dalam kafilah perdagangan kenegeri syam untuk kemudian memasuki usia remaja dalam perang Fijar selama empat tahun. Setelah berusia diatas dua puluh tahun, ia mendapat kepercayaan menjalankan bisnis Khadijah ke negeri syam, saat dimana ia menunjukkan prestasi bisnis dan manajerial serta pesona karakter dari seorang pemuda matang.
Menikah dengan Khadijah pada usia 25 tahun,Muhammad mulai menapaki tangga kehidupan social dan mengokohkan pribadinya sebagai tokoh baru Quraisy yang dicintai dan disegani hingga ia mencapai puncak prestasinya saat mendapat gelar “Al-Amin” pada usia 35 tahun.
Tapi pada saat ia menapaki puncak “dunia”, ia justru merasakan keterpisahan; bukan kehidupan seperti yang ia inginkan. Ada sesuatu yang yang ia tidak temukan di sini,ditengah keramaian masyarakat Quraisy, yang ia sendiri tidak tahu; tapi kemudian menjelma jadi kehausan yang membawanya pada sebuah pencarian yang panjang.
Alangkah halusnya Allah SWT menjalankan rencanaNya; masa-masa meditasi dan perenungan adalah sentuhan Rabbaniyah yang terakhir, setelah ia melewati serial pengalaman hidup yang panjang dan berliku, sentuhan akhir yang mematangkan jiwa dan pikirannya, sebelum saat penugasan itu tiba, Muhammad hanya membutuhkan waktu sebanyak dua puluh dua tahun dua bulan dan dua puluh dua hari untuk mengubah arah sejarah umat manusia, mewarnai bumi dengan biru langit, membangun sebuah peradaban besar dan menebarkan rahmat ke seluruh alam.
Sejarah kemudian mengajarkan kita sebuah kaidah bahwa risalah yang agung haruslah dibawa oleh seorang rasul yang agung; bahwasebuah misi besar haruslah diemban oleh seorang manusia yang besar; bahwa sebuah beban amanat yang berat haruslah dipikul oleh seorang laki-laki yang kuat; bahwa sebuah pedang yang tajam hanyalah akan berguna jika ia berada dalam genggaman tangan seorang pahlawan pemberani; bahwa sebuah peradaban hanya dapat dibangun diatas altar sejarah oleh manusia-manusia peradaban.  

Konsep dan Pelaku
Sebuah cita-cita yang luhur membutuhkan manusia-manusia yang sama luhurnya dengan cita-cita itu; sebuah cita-cita yang besar, membutuhkan manusia-manusia yang sama luhurnya dengan cita-cita itu; sebuah sistem yang baik hanya akan memperlihatkan keindahannya jika diterapkan oleh manusia-manusia yang sama baiknya dengan system itu. Maka, ketika Islam diturunkan sebagai system kehidupan yang paling komprehensif dan integral, ia telah melahirkan sebuah fenomena kehidupan yang indah karena dua hal: kebenaran risalahnya dan kekuatan pesona rasulnya. Begitulah Islam mengalir dalam sejarah keabadian. Obor kebenaran itu dibawa oleh akal-akal raksasa para ulama, kepemimpinan yang andal para khulafa dan tangan-tangan perkasa para mujahidin.
Ketika ideology-ideologi besar berguguran di penghujung abad ke-20, Islam menjadi satu-satunya pilihan bagi umat manusia. Sayyid Quthub meramalkan situasi ini, dan berkata dengan penuh keyakinan bahwa “ Islam adalah masa depan “ atau  “ Masa depan di tangan Islam “ ramalan itu kini menemukan faktanya. Itulah yang menjadi sumber “kecemasan peradaban” masyarakat Barat. Mislanya, ketika Samuel P. Hungtington merekonstruksi peta pertarungan masa depan. Konflik masa depan akan berpusat pada tema peradaban, lingkaran terkecilnya bertema etnis, tapi muara besarnya adalah peradaban. Pada muara besar ini, islam menjadi kompetitor utama peradaban Barat. Oleh karena itu, Hungtington pun meramalkan bahwa konflik besar di masa yang akan dating adalah konflik antara Islam dan Barat.
Cermin Realitas
Kebanyakan orang belajar secar visual, tapi kita berkomunikasi secara abstrak. Ini hanya contoh kecil, sangat sederhana  tapi memadai untuk menjelaskan mengapa gerakan dakwah belum mampu menembus logika massa, apalagi melakukan penetrasi pada jaringan-jaringan pemikiran, social dan politik untuk kemudian mengubah , memobilisasi dan mengendalikan mereka.
Di tingkat opini publik, Islam dan gerakan dakwah belum dengan mudah ‘di isolasi’ tanpa pembelaan spontanitas dari masyarakat. Masyarakat juga belum begitu percaya dengan kemampuan gerakan dakwah beserta para pemimpinnya untuk mengelola Negara. Padahal itu semua merupakan kondisi-kondisi pendahuluan yang mutlak ada dalam perjalanan kita menuju kekuasaan.
Rendahnya tingkat penerimaan public dan kapasitas serta citra kita, sebenarnya merupakan realitas-realitas yang berakar pada cara kita berpikir. Pikiran adalah cerminan besar yang memantulkan seluruh potret realitas kita secara apa adanya. Pikiran adalah ruang kemungkinan (space of possibility) dan realitas adalah ruang tindakan yang telah jadi nyata (space of action). Seluruh realitas kita hanya bergerak pada ruang kemungkinan itu. Makin besar ruang kemungkinan, makin besar ruang realitasnya. Bagaimana kita berpikir, begitulah kita akan bertindak.
Jika sistem kendali tindakan dan realitas kita ada pada pikiran-pikiran kita, hanya ada satu jalan memperbaiki kita yaitu mengubah pikiran-pikiran kita  Sudah saatnya gerakan dakwah memikirkan kembali apa yang selama ini kita pikirkan, dan mengapa kita memikirkannya, serta mengapa kita memikirkan dengan cara begitu.
Generasi pertama  para pemikir dakwah seperti Al-Banna, al Maududi, Sayyid Quthb dan lainnya memfokuskan perhatian pada pembangunan ideology. Generasi kedua seperti Muhammad Al Gazali, Yusuf Al-Qaradhawi, Fathi Yakan, dan lainnya memfokuskan perhatiannya pada pembangunan kerangka pemikiran pergerakan.

Ketikagerakan dakwah memasuki era keterbukaan, bermetamorfosis menjadi institusi terbuka, bermain di domain public, memasuki pusat-pusat kekuasaan, persoalan terbesar kita adalah sumber daya. Inilah persoalan yang dihadapi gerakan-gerakan dakwah di berbagai Negara Islam seperti Sudan, Yaman, Aljazair, Turki, Mesir, Indonesia dan lainnya. Di semua kawasan ini, gerakan dakwah mengalami akibat persoalan tersebut secara fundamental; beban kerja yang muncul akibat perluasan wilayah aksi dakwah, tidak seimbang dengan sumber daya yang dimiliki gerakan-gerakan dakwah tersebut

Selama pusat perhatian pikiran kita belum bergeser ke masalah penciptaan sumber daya, selama itu kita akan mengalami kemunduran dan keterpurukan. Ini hanya konsekuensi antara ketidakseimbangan ; antara beban dan daya pikul. Kita akan tampak tua dan lelah, berjalan tertatih-tatih memikul beban obesesi khilafah yang terasa semakin jauh. Para pendiri dan ideologi gerakan dakwah  telah meletakkan dasar-dasar ideologi yang kokoh bagi kebangkitan umat. Mereka merampungkan tugas mereka dengan sempurna. Para pemikir pergerakan berikutnya juga telah membangun kerangka pemikiran pergerakan bagi pertumbuhan gerakan dakwah menuju kematangan . Mereka juga telah menunaikan tugas mereka dengan sempurna. Kini, tiba saatnya bagi generasi ketiga, genarasi kita untuk membawa bendera, menunaikan tugas sejarah mereka; generasi pencipta sumber daya. Biarlah di tangan mereka kebenaran menjadi nyata di muka bumi karena menyatu dengan kekuatan.   



Tidak ada komentar:

Posting Komentar